Beranda | Artikel
Kuburan Di Musim Jelang Ramadhan
Selasa, 17 Juli 2012

KUBURAN DI MUSIM JELANG RAMADHAN

Kuburan-kuburan yang dikeramatkan dari orang-orang yang disebut wali, pada hari-hari atau bulan-bulan tertentu, akan menjadi ramai dikunjungi orang dari berbagai daerah, termasuk pada saat menjelang Ramadhan. Masjid-masjid Allâh akan kalah ramai jika musim itu datang. Suasana di dalam lingkungan tanah pekuburan terasa lain, baik siang atau malam, berbau mistik. Ada yang tadarrus al-Qur’ân, ada yang mengusap-usap nisan, ada yang melantunkan doa-doa dan ada yang menangis. Semuanya sedang merendahkan diri untuk bertabarruk (ngalap berkah) mencari syafâ’at dan mencari kesejahteraan hidup. Sebagian ada yang mungkin meminta-minta kepada orang yang telah dikubur ratusan tahun lamanya. Tetapi jika mereka disebut telah beribadah kepada selain Allâh, mereka menolaknya. Mereka menganggap bahwa orang-orang mati itu merupakan wasilah (perantara) menuju Allâh Azza wa Jalla. Seperti alasan orang-orang musyrikin arab dahulu yang disebutkan dalam firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala:

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ

Orang-orang yang menjadikan selain Allâh sebagai wali (berkata), “Kami tidak menyembah mereka, kecuali hanya untuk mendekatkan diri kami kepada Allâh dengan sedekat-dektanya.[az-Zumar/39:3]

Sementara sebagian lain mungkin ada yang ingin mencari kekhusyu’an dalam beribadah kepada Allâh di kuburan karena dianggapnya sebagai tempat yang dekat dengan kematian. Maka kuburan berubah menjadi masjid. Apalagi bangunannya juga tidak kalah megah dengan Masjid.

Suasana di kuburan-kuburan semacam itu tentu dianggap sebagai suasana yang sakral, penuh khidmat dan khusyu’. Apabila di Masjid-masjid Allâh, orang masih bisa bercanda, tertawa terbahak-bahak, mengobrol panjang lebar tiada guna sambil merokok dan bahkan mungkin bertengkar, maka di tanah-tanah pekuburan yang dikeramatkan ini, orang tidak berani berbuat macam-macam, sebab menurut mereka, bisa kualat.

Lingkungan di sekitarnyapun bisa berubah menjadi seperti pasar tiban. Orang yang berjualan apa saja bagi kebutuhan para peziarah, akan laku. Bahkan andaikata orang mau berjualan air mentah biasa, atau batu biasa, atau sobekan kain usang biasa, mungkin akan laku dengan nilai jual yang tinggi. Asal dikemas khusus dan dijajakan dengan bumbu-bumbu bahasa meyakinkan meskipun dusta, misalnya bahwa barang-barang itu adalah benda-benda keramat, bisa menyembuhkan penyakit dan bisa memudahkan mendapat jodoh dan seterusnya.

Ramadhan adalah bulan penuh berkah, bulan mendulang pahala. Mungkin dalam rangka menyambut kehadiran bulan Ramadhan yang suci ini, banyak kaum muslimin yang menganggap perlu berziarah kubur terlebih dahulu, supaya afdhal. Dan agar lebih sempurna lagi, maka kuburan yang diziarahi adalah kuburan orang-orang yang dianggap wali, meskipun harus ditempuh dengan menguras biaya, tenaga dan fikiran, karena jarak tempuhnya yang kadang mencapai ratusan bahkan mungkin ribuan kilometer. Meski miskin, tetapi karena saking inginnya berburu berkah kendatipun hanya fatamorgana, mereka tetap memaksakan diri. Apalagi semangatnya telah dikompori oleh orang-orang pintar di kampungnya. Sehingga memerlukan syaddu rihal (menyengaja dan bersungguh-sungguh melakukan perjalanan) ketempat-tempat jauh yang dianggap memiliki fadhilah-fadhilah besar, seperti ke kuburan-kuburan para wali.

Padahal Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, junjungan seluruh kaum Muslimin sedunia, telah bersabda dengan jelas :

لاَتُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ : مَسْجِد الْحَرَامِ، وَمَسْجِدِي هَذَا، وَالْمَسْجِد الْأَقْصَى. رواه أبو داود

Tidak dilakukan perjalanan untuk mencari berkah kecuali pada tiga Masjid : Masjidil Haram, Masjidku (Masjid Nabawi) ini dan Masjidil Aqsha. [HR. Abu Dâwud] [1]

Akan tetapi karena ketidaktahuan dan sikap ghuluw (berlebihan) terhadap orang-orang yang dianggap wali, apalagi orang-orang mati ini dianggap hidup di alam kubur sebagaimana hidupnya di dunia, akhirnya mereka menjadikan penghuni kuburan itu sebagai wasilah (perantara) yang menghubungkan mereka dengan Allâh Azza wa Jalla. Di manapun mereka dikubur akan dikejarnya, bahkan meskipun tidak ada bukti kecuali hanya katanya dan katanya, bahwa itu adalah kuburan wali fulan.

Sikap ghuluw semacam inilah yang menyebabkan orang terjerumus ke dalam peribadatan kepada selain Allâh Azza wa Jalla. Karenanya Allâh Azza wa Jalla berfirman :

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu bersikap berlebih-lebihan dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu menuruti hawa nafsu (keinginan) orang-orang yang telah tersesat sejak dahulu dan telah menyesatkan banyak (manusia), dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus. [al-Mâidah/5:77]

Demikianlah, pada bulan-bulan tertentu kuburan-kuburan orang besar berubah menjadi tempat beribadah, bahkan dibangun laksana masjid. Nah bagaimana sebenarnya persoalan-persoalan itu menurut kaca mata Islam ?

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XV/Syaban 1432/2011M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
______
Footnote
[1]. Lihat Shahih Sunan Abi Dâwud, karya Syaikh al-Albâni rahimahullah, Kitab al-Manasik, Bab 98, I/568, no. 2033


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3303-kuburan-di-musim-jelang-ramadhan.html